Minggu, 05 Oktober 2008

PENILAIAN PORTOFOLIO: SERTIFIKASI GURU DALAM JABATAN

Good education requires good teachers
(International Conference on Education in Geneva).
Barang siapa berani mengajar, dia tak boleh berhenti belajar
(John Cotton Dana)
Tanpa guru yang dapat dijadikan andalannya, mustahil sesuatu sistem pendidikan berikut acara kurikulernya dapat mencapai hasil sebagaimana diharapkan. Maka prasyarat utama yang harus dipenuhi bagi berlangsungnya proses belajar-mengajar yang menjamin optimalisasi hasil ‘pembelajaran’ secara kurikuler ialah tersedianya guru dengan kualifikasi dan kompetensi yang mampu memenuhi tuntutan tugasnya (Fuad Hassan, Kompas, 28 Feburari 2000).
Pendahuluan
Guru adalah komponen yang paling strategis dalam proses pendidikan. Jauh lebih statregis dibandingkan dengan dua komponen strategis lainnya, yaitu peserta didik dan kurikulum. Tanpa guru siapa yang akan melaksanakan proses pendidikan? Tanpa peserta didik siapa yang akan diajar? Dan tanpa kurikulum, apa yang akan diajarkan oleh guru kepada peserta didik? Dengan demikian ketiga komponen tersebut saling kait mengait tidak dapat dipisahkan. Proses pendidikan masih dapat berjalan walaupun katakanlah tidak dilengkapi dengan sarana yang memadai. Lebih dari itu, tanpa guru pendidikan tidak akan berjalan tanpa guru. Lebih dari itu, pendidikan yang baik memerlukan guru yang baik. Good education requires good teachers. Demikian pendapat kebanyakan peserta dan pakar pendidikan dalam sebuah acara konferensi internasional tentang pendidikan di Swiss (Bhaskara Rao, 2003: 28).
Ada dua aspek utama yang terkait dengan guru atau pendidik: (1) kualifikasi akademik dan kompetensinya, dan (2) tingkat kesejahterannya. Kedua aspek tersebut ibarat dua sisi mata uang, tidak akan dapat dipisahkan. Guru akan terpenuhi syaratnya sebagai profesi jika memiliki kedua aspek tersbut sekaligus. Tidak terpenuhinya salah satu dari kedua aspek tersebut akan mengurangi tingkat profesionalitas seorang guru.
Demikian Pentingkah Guru itu?
Berikut ini penulis sengaja menyebutkan sederetan pernyataan dari berbagai tokoh dam pakar pendidikan yang menjelaskan tentang pentingnya posisi guru dalam sistem pendidikan nasional ataupun dalam kehidupan manusia.
Pertama, mantan Mendikbud, Daoed Yoesoef, menyatakan secara filosofis bahwa ”di dunia ini hanya ada dua macam profesi, yakni guru dan profesi selain guru”. Sejalan dengan pendapat Daoed Yoesoef tersebut, Steinnett dan Guggett menyatakan bahwa “mengajar seringkali disebut sebagai ibu dari segala profesi”.
Kedua, Mantan Mendikbud, Wardiman Djojonegoro, menyatakan dengan tegas bahwa “berbicara masalah martabat guru, maka separuhnya adalah kesejahteraannya”.
Ketiga, pendapat umum menyatakan bahwa ”tidak ada profesi yang lebih mulia dibanding mengajar. Guru yang hebat adalah artis yang hebat, tapi medianya bukanlah kanvas, melainkan jiwa manusia” (Anoname).
Keempat, Mohammad Surya, Ketua Umum organisasi guru terbesar di Indonesia, PGRI, menyatakan bahwa “semua keberhasilan agenda reformasi pendidikan, pada akhirnya ditentukan oleh unsur yang berada di front terdepan, yaitu guru. Hak-hak guru sebagai pribadi, pemangku profesi keguruan, anggota masyarakat, dan warga negara yang selama ini terabaikan, perlu mendapat prioritas dalam reformasi.
Kelima, Ki Supriyoko (Kompas, 10 Agustus 2006) mengingatkan tentang faktor kunci keberhasilan revitalisasi pendidikan, yaitu terletak pada guru. Diberikan satu contoh bahwa Ki Hajar Dewantara pernah mengajar di ruang dengan atap bocor, dinding miring, meja belajar seadanya di Taman Siswa, tetapi karena memang guru (pamong)-nya baik, maka hasil pendidikannya pun baik.
Daftar pandangan dan ungkapan tersebut akan jauh lebih panjang lagi sekiranya penulis mau meneruskan. Singkat kata pernyataan itu menunjukkan bukti dan indikasi bahwa guru memang memegang peranan penting. Guru tidak hanya penting sebagai seorang agen pembelajaran di sekolah, tetapi juga seorang agen pembaharusn untuk kehidupan manusia. Oleh karena itu, education is too important to be left only to government (United States Secretary of Education). Pendidikan terlalu penting untuk diabaikan begitu saja hanya oleh pemertintah. Life is education, and education is life. Kehidupan adalah pendidikan, dan pendidikan adalah kehidupan itu sendiri (Prof. Proopert Lodge). Jika Anda sempat membaca buku Laskar Pelangi karangan Andrea Hirata, maka Anda pasti masih akan dapat menyimpulkan bahwa betapa sebuah SD dan SMP Muhammadiyah di Belitung yang kondisinya akan ambruk masih dapat menghasilkan lulusan yang begitu dahsyat. Karena apa? Hanya karena kepala sekolah dan gurunya yang memiliki dedikasi dan komitmen yang tinggi sebagai pendidik.
Sertifikasi guru dalam jabatan yang sekarang ini sedang dilaksanakan dengan gencar, tidak lain dan tidak bukan adalah untuk mendorong agar para guru di negeri ini secara bertahap menjadi guru yang bekualitas dan sekaligus dapat meningkatkan kesejahterannya. Bentuk peningkatan kesejahteraan guru berupa pemberian tunjangan profesi sebesar satu kali gaji pokok bagi guru yang telah memiliki sertifikat pendidik (Pedoman Sertifikasi Guru Dalam Jabatan).
Apakah Guru itu Sebagai Profesi?
Pasal 39 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 telah menyebutkan dengan demikian jelas bahwa “pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksnakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi”. Dengan kata lain, pendidik atau guru adalah sebagai profesi. Guru sebagai profesi di Indonesia secara formal telah dicanangkan oleh Presiden Republik Indonesia, Bapak Susilo Bambang Yudhoyono, bertepatan dengan acara puncak peringatan Hari Guru Nasional XII, tanggal 2 Desember 2004.
Pasal 1 butir 1 UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen menjelaskan bahwa “Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah”.
Pertanyaan yang muncul, apakah pekerjaan guru memang telah memenuhi syarat sebagai profesi? Ada beberapa pendapat agak mirip yang menjelaskan syarat-syarat guru sebagai profesi.
1. Adanya pengakuan oleh masyarakat dan pemerintah. Mempunyai fungsi dan signifikansi sosial karena diperlukan oleh masyarakat
2. Memerlukan bidang ilmu pengetahuan sebagai landasan teknik dan prosedur kerja yang unik dan berbeda dengan bidang pekerjaan lain. Menuntut adanya keterampilan atau keahlian
3. Memerlukan persiapan yang sengaja dan sistematis untuk mengerjakan pekerjaan tersebut.
Untuk memperoleh keterampilan dan keahlian tersebut didukung oleh disiplin ilmu tertentu
4. Memiliki mekanisme untuk melakukan seleksi secara efektif dan kompetitif.
Memiliki kode etik yang menjadi pedoman bagi para anggotanya untuk melaksanakan tugas profesionalnya.
5. Mempunyai organisasi profesi untuk melindungi kepentingan anggotanya. Sebagai konsekuensi dari proses layanan profesional yang diberikan kepada masyarakat, mereka yang bertugas dalam bidang pekerjaan tersebut berhak memperoleh imbalan finansial dengan sistem penggajian yang memadai.
Berdasarkan pandangan tersebut, maka tampak jelas bahwa guru memang sebagai profesi. Pertama, guru merupakan jenis pekerjaan yang memiliki fungsi dan signifikansi dengan kebutuhan masyarakat. Dalam hal ini, bahkan masyarakat dan pemerintah (presiden) telah memberikan pengakuan secara formal bahwa bahwa guru sebagai profesi. Kedua, guru memang harus memiliki kemampuan ilmu pengetahuan, keterampilan, dan keahlian yang diperoleh melalui proses pendidikan dan pelatihan dari institusi pendidikan yang telah terakreditasi. Oleh karena itu, maka guru harus mempunyai kualifikasi akademis dan kompetensi yang memadai. Ketiga, selain itu guru memiliki organisasi profesi dan kode etik profesi yang harus dipedomani dalam pelaksanaan tugas-tugas profesionalnya. Keempat, untuk mendukung kelancaran dan keberhasilan pelaksanaan tugasnya dengan baik, maka guru atau pendidik berhak untuk memperoleh kesejahteraan yang memadai.
Apa Yang Dimaksud Guru Dalam Jabatan?
Yang dimaksud guru dalam jabatan adalah guru yang sedang melaksanakan tugas (on the job) mengajar dan mendidik, baik guru di lembaga pendidikan negeri maupun swasta, serta para guru yang mengajar di lembaga pendidikan yang berada di bawah pembinaan Depdiknas maupun Departemen Agama. Pengertian yang sama digunakan, misalnya untuk on the job training atau pelatihan bagi para guru yang masih aktif melaksanakan tugas profesionalnya sebagai pengajaar. Pengertian ini digunakan untuk membedakan dengan para calon guru yang sedang menuntut pendidikan prajabatan (preeducation) di lembaga pendidikan tenaga kependidikan (LPTK).
Kualifikasi, kompetensi, dan Sertifikasi
Bab IV Bagian Kesatu UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen telah menjelaskan tentang kualifikasi, kompetensi, dan sertifikasi guru sebagai berikut:
Pertama, guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional (pasal 8).
Kedua, kualifikasi akademik diperoleh melalui pendidikan tinggi program sarjana atau program diploma empat (pasal 9).
Ketiga, kompetensi guru sebagaimana meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi (pasal 10).
Keempat, (1) sertifikat pendidik sebagaimana dimaksud diberikan kepada guru yang telah memenuhi persyaratan; (2) sertifikasi pendidik diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memiliki program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi dan ditetapkan oleh Pemerintah; (3) sertifikasi pendidik dilaksanakan secara objektif, transparan, dan akuntabel (pasal 11).
Kelima, setiap orang yang telah memperoleh sertifikat pendidik memiliki kesempatan yang sama untuk diangkat menjadi guru pada satuan pendidikan tertentu pasal 12).
Keenam, (1) pemerintah dan pemerintah daerah wajib menyediakan anggaran untuk peningkatan kualifikasi akademik dan sertifikasi pendidik bagi guru dalam jabatan yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat (pasal 12)
tandar Kompetensi Guru

Kompetensi Inti Guru
I. Kompetensi Pedagodik

1. Menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, sosial, kultural, emosional, dan
Intelektual.
2. Menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik.
3. Mengembangkan kurikulum yang terkait dengan mata pelajaran/bidang pengembangan yang diampu.
4. Menyelenggarakan pembelajaran yang mendidik.
5. Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk kepentingan pembelajaran.
6. Memfasilitasi pengembangan potensi peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimiliki.
7. Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan peserta didik.
8. Menyelenggarakan penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar.
9. Memanfaatkan hasil penilaian dan evaluasi untuk kepentingan pembelajaran.
10. Melakukan tindakan reflektif untuk peningkatan kualitas pembelajaran.
II. Kompetensi Kepribadian
11. Bertindak sesuai dengan norma agama, hukum, sosial, dan kebudayaan nasional Indonesia.
12. Menampilkan diri sebagai pribadi yang jujur, berakhlak mulia, dan teladan bagi peserta didik dan masyarakat.
13. Menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa.
14. Menunjukkan etos kerja, tanggung jawab yang tinggi, rasa bangga menjadi guru, dan rasa percaya diri.
15. Menjunjung tinggi kode etik profesi guru.
III. Kompetensi Sosial
16. Bersikap inklusif, bertindak objektif, serta tidak diskriminatif karena pertimbangan jenis kelamin, agama, ras, kondisi fisik, latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi.
17. Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua, dan masyarakat.
18. Beradaptasi di tempat bertugas di seluruh wilayah Republik Indonesia yang memiliki
Keragaman sosial budaya.
19. Berkomunikasi dengan komunitas profesi sendiri dan profesi lain secara lisan dan tulisan atau bentuk lain.
IV. Kompetensi Profesional
20. Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu.
Sumber: PP Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi dan Kompetensi
Apakah yang dimaksud sertifikasi guru?
Dalam Pasal 1 ayat (1) Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Iandonesia Nomor 18 Tahun 2007 tentang Sertifikasi Bagi Guru Dalam Jabatan disebutkan bahwa “sertifikasi bagi guru dalam jabatan adalah proses pemberian sertifikat pendidik untuk guru dalam jabatan”.
Apa Hakikat Sertifikasi Guru Dalam Jabatan Terkait Dengan Standar Nasional Pendidikan?
Sertifikasi guru dalam jabatan pada hakikatnya merupakan penerapan standar pendidik dan tenaga kependidikan. Sebagaimana kita ketahui, pasal 2 ayat (1) PP Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan menyebutkan 8 standar nasional pendidikan, yakni (1) standar isi, (2) standar proses, (3) standar kompetensi lulusan, (4) standar pendidik dan tenaga kependidikan, (5) standar sarana dan prasarana, (6) standar pengelolaan, (7) standar pembiayaan, dan (8) standar penilaian pendidikan. Telah dijelaskan pula bahwa dalam Pasal 8 UU Nomor 14 Tahun 2005 disebutkan bahwa guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Dengan kata lain, guru merupakan profesi seperti profesi lain, misalnya dokter, akuntan, pengacara, apoteker, dan sebagainya. Pembuktian profesionalitas guru perlu dilakukan. Seorang akuntan harus mengikuti pendidikan profesi terlebih dahulu demikian juga untuk profesi lainnya, termasuk profesi guru.
Apa Manfaat Sertifikasi Guru?
Manfaat sertifikasi guru antara lain adalah (1) melindungi profesi guru dari praktek-praktek yang tidak kompeten (malpraktik), yang dapat merusak citra profesi guru, (2) melindungi masyarakat dari praktik-praktik pendidikan yang tidak berkualitas dan tidak profesional.
Apa Tujuan Sertifikasi Guru?
Sertifikasi guru mempunyai tujuan untuk: (1) menentukan kelayakan guru dalam melaksanakan tugas sebagai agen pembelajaran dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional, (2) meningkatkan profesionalitas guru, termasuk di dalamnya kesejahteraan guru, (3) meningkatkan proses dan mutu hasil pendidikan, (4) meningkatkan martabat guru.
Siapa yang dapat mengikuti sertifikasi guru daru dalam jabatan?
Dalam Pasal 1 ayat (2) dinyatakan bahwa “sertifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diikuti oleh guru dalam jabatan yang telah memiliki kualifikasi akademik sarjana (S1) atau diploma empat (D-IV)”.
Lembaga apakah yang akan menyelenggarakan kegiatan sertifikasi guru dalam jabatan tersebut?
Lebih lanjut dijelaskan dalam Pasal 1 ayat (3) dinyatakan dengan jelas bahwa “sertifikasi bagi guru dalam jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang menyelenggarakan program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi dan ditetapkan oleh Menteri Pendidikan Nasional”.
Bagaimana sertifikasi guru dalam jabatan tersebut dilaksanakan oleh asesor di LPTK?
Pasal 2 ayat (1) dalam Permendiknas tersebut menyatakan bahwa “sertifikasi guru dalam jabatan dilaksanakan melalui uji kompetensi untuk memperoleh peserta didik” Selain itu, dalam ayat (2) dinyatakan dengan tegas bahwa “sertifikasi bagi guru dalam jabatan dilaksanakan melalui uji kompetensi untuk memperoleh sertifikat pendidik” Dalam ayat (3) juga dinyatakan secara eksplisit bahwa “uji kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam bentuk penilaian portofolio”.
Proses pelaksanaan sertifikasi guru dalam jabatan dapat digambarkan dalam bagan sebagai berikut:

Bagan: Prosedur Sertifikasi bagi Guru dalam Jabatan
Bagan prosedur sertifikasi bagi guru dalam jabatan dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Guru dalam jabatan, peserta sertifikasi, menyusun dokumen portofolio dengan mengacu Pedoman Penyusunan Portofolio Guru.
2. Dokumen Portofolio yang telah disusun kemudian diserahkan kepada Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota untuk diteruskan kepada Rayon LPTK Penyelengara sertifikasi untuk dinilai oleh asesor dari Rayon LPTK tersebut.
3. Rayon LPTK Penyelengara Sertifikasi terdiri atas LPTK Induk dan sejumlah LPTK Mitra.
4. Apabila hasil penilaian portofolio peserta sertifikasi dapat mencapai angka minimal kelulusan, maka dinyatakan lulus dan memperoleh sertifikat pendidik.
5. Apabila hasil penilaian portofolio peserta sertifikasi belum mencapai angka minimal kelulusan, maka berdasarkan hasil penilaian (skor) portofolio, Rayon LPTK merekomendasikan alternatif sebagai berikut:
a. Melakukan berbagai kegiatan yang berkaitan dengan profesi pendidik untuk melengkapi kekurangan portofolio.
b. Mengikuti Pendidikan dan Pelatihan Profesi Guru (Diklat Profesi Guru atau DPG) yang diakhiri dengan ujian. Materi DPG mencakup empat kompetensi guru.
c. Lama pelaksanaan DPG diatur oleh LPTK peneyelenggara dengan memperhatikan skor hasil penilaian portofolio.
d. Apabila peserta lulus ujian DPG, maka peserta akan memperoleh Sertfikat Pendidik.
e. Bila tidak lulus, peserta diberi kesempatan ujian ulang dua kali, dengan tenggang waktu sekurang-kurangnya dua minggu. Apabila belum lulus juga, maka peserta diserahkan kembali ke Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota.
6. Untuk menjamin standardisasi prosedur dan mutu lulusan maka rambu-rambu mekanisme, materi, dan sistem ujian DPG dikembangkan oleh Konsorsium Sertifikasi Guru (KSG).
7. DPG dilaksanakan sesuai dengan rambu-rambu yang ditetapkan oleh KSG.

Dokumen apa saja yang harus dipersiapkan para guru yang akan mengikuti penilaian portofolio?
Dalam ayat selanjutnya, yakni ayat (4) disebutkan bahwa “penilaian portofolio sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan pengakuan atas pengalaman profesional guru dalam bentuk penilaian terhadap kumpulan dokumen yang:
a. kualifikasi akademik;
b. pendidikan dan pelatihan;
c. pengalaman mengajar;
d. perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran;
e. penilaian dari atasan dan pengawas;
f. prestasi akademik;
g. karya pengembangan profesi;
h. keikutsertaan dalam forum ilmiah;
i. pengalaman organisasi di bidang kependidikan dan sosial; dan
j. penghargaan yang relevan dengan bidang pendidikan.
Untuk memudahkan kita untuk mengingat sepuluh dokomen tersebut, marilah kita membuat titian ingatan berupa singkatan atau akronim sebagai berikut, KP5K2P2, singkatan dari sepuluh persyaratan tersebut, atau dengan akronim memudahkan kita mengingat, misalnya sebagai berikut:
KUA – kualifikasi akademik
DIKLAT – pendidikan dan pelatihan
LAMANJAR – pengalaman mengajar
RPP – perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran
NAP – penilaian dari atasan dan pengawas
PRESTASI - prestasi akademik
KARYA – karya pengembangan profesi
FORUM ILMIAH – keikutsertaan di bidang kependidikan dan sosial
LAMAN – pengalaman organisasi di bidang kependidikan dan sosial.
HARGA - Penghargaan yang relevan dengan bidang pendidikan.
Akronim tersebut dapat disingkat sebagai berikut: KUADIKLAT - LAMANJAR RPP NAP – PRESTASI KARYA FORUM ILMIAH – LAMAN HARGA. Sekali lagi 10 aspek yang akan dinilai dalam proses sertifikasi guru dalam jabatan adalah sebagai berikut:
1. Kualifikasi akademik
Kualifikasi akademik S1 (gelar) dan D4 (nongelar), baik dari dalam maupun luar negeri yang telah dilegalisasi.
Ijazah S1
Sertifikat D4 Kualifikasi dari luar negeri dilegalisasi oleh Ditjen Dikti
2. Pendidikan dan pelatihan
Megengikuti pendidikan dan pelatihan untuk peningkatan kompetensi dalam melaksanakan tugas sebagai guru. Sertifikat/piagam/surat keterangan mengikuti pendidikan dan pelatihan yang telah dilegalisasi oleh atasan.
3. Pengalaman mengajar
Pengalaman mengajar atau masa kerja dalam melaksanakan tugas sebagai guru/pendidik dari pemerintah atau penyelenggara pendidikan. SK, dilegalisasi oleh atasan.
4. perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran
Persiapan mengajar atau persiapan dalam mengelola pembelajaran di dalam kelas
RP/SP/RPP yang telah dilegalisasi oleh atasan.
Format penilaian dari atasan (amplop tertutup)
5. Penilaian dari atasan dan pengawas
Penilaian dari kepala sekolah dan pengawas terhadap kompetensi kepribadian dan sosial. Format penilaian dari kepala sekolah dan pengawas
Dilampirkan dalam amplop tertutup
6. Prestasi akademik
Prestasi guru bidang keahlian sebagai guru berupa karya akademik yang mendapat mengakuan dari lembaga/panitia penyelenggara
Piagam/sertifikat/surat keterangan dalam kegiatan lomba bidang kependidikan dan nonkependidikan atau dalam kegiatan profesional seperti instruktur, guru inti, tutor, atau pembimbing kegiatan siswa
7. Karya pengembangan profesi
Karya atau produk yang telah dihasilkan oleh guru
Buku yang telah diterbitkan
Artikel yang telah dimuat dalam koran, majalah, jurnal, buletin, dan media publikasi lain
Modul atau diktat yang memuat materi pelajaran dalam satu tahun
Laporan penelitian, baik perorangan atau kelompok
Karya seni
Diperlulan legalisasi atau surat keterangan dari pejabat yang berwenang
8. Keikutsertaan dalam forum ilmiah
Keikutsertaan menjadi pembicara, panitia, atau peserta dalam forum ilmiah.
Makalah
Sertifikat/piagam/surat keterangan
9. Pengalaman organisasi di bidang kependidikan dan sosial
Menjadi pengurus (bukan hanya sebagai anggota) dalam organisasi pendidikan dan sosial
Sebagai pengawas, kepala sekolah, wakil kepala sekolah
Ketua jurusan, kepala lab, kepala bengkel, kepala studio, ketua MBMP, dsb.
10. Penghargaan yang relevan dengan bidang pendidikan
Penghargaan yang diterima karena dedikasinya sebagaiguru dengan kriteria kuantitatif (lama, hasil, lokasi) atau kuantitatif (komitmen, etos kerja) dan relevansinya (dalam bidang atau rumpun)
Sertifikat/piagam/surat keterangan yang telah dilegalisasi oleh atasan.
Catatan:
Perlu diingatkan oleh para guru bahwa semua sertifikat/piagam/surat keterangan harus selalu dilegalisasi oleh atasan atau pejabat yang berwewenang.
Diperlukan kejujuran dan tanggung jawab akademik dalam melampirkan semua dokumen dan sertifikat/piagam/ surat keterangan tersebut.
Seharusnya setiap guru memiliki dua file untuk meyimpan arsip dokumen-dokumen tersebut. Satu file disimpan di rumah, dan satu file disimpan di kantor (sekolah).
Adakah Kritik Dan Masukan Terhadap Kebijakan Sertifikasi Guru?
Memang telah muncul beberapa kritik dari kalangan masyarakat, terutama masyarakat pendidikan, terhadap kebijakan serifikasi guru. Itu merupakan hal yang wajar dalam era demokrasi. Kritik tersebut sudah barang tentu akan menjadi masukan berharga bagi pemerintah. Beberapa kritik tersebut antara lain sebagai berikut:
Pertama, kritik terhadap kinerja LPTK selama ini. Kinerja LPTK selama ini ternyata tidak atau kurang dapat menghasilkan lulusan yang kompeten, atau yang memiliki kompetensi yang terstandar. Oleh karena itu, ke depan LPTK mempunyai tantangan yang besar untuk dapat menghasilkan guru yang telah bersertifikat. Sertifikasi masih diperlukan untuk menentukan kenaikan jabatan guru.
Kedua, nasib guru senior yang belum memiliki kualifikasi akademis S1 atau D4. Satu hal yang sangat ironis terjadi jika seorang guru yunior S1 ternyata lulus sertifikasi. Sementara guru senior, yang notabene telah mengabdi selama lebih dari dua puluh tahun, tidak dapat mengikuti sertifikasi lantaran belum mempunyai kualifikasi S1. Padahal, kita banyak mengetahui proses pemerolehan kualifikasi oleh guru-guru yunir tersebut juga tidak sepenuhnya objektif. Hal ini dapat menimbulkan konflik intern di dalam sekolah yang akan menggangu penyelenggaraan pendidikan.
Ketiga, bagaimana sertifikasi untuk pengawas sekolah? Sebagaimana kita ketahui, pengawas sekolah adalah guru-guru yang “super senior”. Tugas pengawas antara lain adalah untuk mengawasi kinerja para guru atau pendidik di daerahnya. Guru dan pengawas sekolah sama-sama sebagai tenaga atau jabatan fungsional, yang harus memperoleh perhatian yang sama dengan guru.
Keempat, praktik-praktik tidak jujur telah terjadi ketika guru mendokumentasikan protofolionya. Praktik “copy – paste” telah terjadi, misalnya sertifikat mengikuti seminar dan penataran, bahkan juga “copy – paste” karya tulis atau karya ilmiah yang harus dilampirkan. Beberapa praktik tidak terpuji tersebut telah ditemukan oleh asesor di beberapa LPTK. Sudah tentu upaya preventif akan lebih baik dibandingkan dengan upaya pengamanan secara kuratif. Oleh karena itu, sosialisasi tentang sertifikasi yang lebih gencar perlu dilakukan, agar semua pihak memahami kebijakan yang telah lama ditunggu-tunggu ini.
Refleksi
Makalah singkat ini ditulis untuk disampaikan dalam acara pelatihan sertifikasi yang diadakan oleh Dewan Pendidikan Provinsi Jawa Barat yang bekerja sama dengan PGRI. Sebagai organisasi profesi guru terbesar di tanah air, kegiatan pelatihan seperti ini perlu lebih mendapatkan perhatian dari PGRI. Kebijakan sebesar sertifikasi ini memang harus dilaksanakan dengan melibatkan semua pihak yang terkait secara sinergis, termasuk para guru sebagai agen kunci peningkatan mutu pendidikan.

Depok, 15 April 2008 Oleh Suparlan *)

Rabu, 13 Agustus 2008

PENELITIAN TINDAKAN KELAS


Oleh : Prof. Dr. Suwarsih Madya

Pendahuluan

Anda adalah guru yang sudah banyak jam terbangnya, bukan? Pasti Anda punya banyak pengalaman, baik manis maupun pahit, dalam mengajar. Pengalaman manis dapat Anda rasakan ketika siswa-siswa Anda berhasil meraih prestasi, yang sebagian merupakan kontribusi Anda. Dan, Anda pasti menginginkan siswa-siswa Anda selalu berhasil meraih prestasi terbaik. Namun, mungkin keinginan Anda yang mulia tersebut lebih sering tidak tercapai karena berbagai alasan. Misalnya, mungkin Anda sering menemukan siswa-siswa tidak bersemangat, kurang termotivasi, kurang percaya diri, kurang disiplin, kurang bertanggung jawab dsb. Pasti Anda sudah melakukan upaya untuk mengatasinya, tetapi mungkin hasilnya masih jauh dari yang Anda inginkan.
Dan Anda masih ingin mengatasi masalah-masalah yang Anda temukan di kelas, bukan? Mengapa tidak mencoba mengatasinya lewat suatu kegiatan penelitian tindakan? Mendengar kata ’penelitian’ mungkin Anda ingat pengalaman pahit ketika dulu meneliti untuk skripsi Anda karena harus mengembangkan instrumen yang berkali-kali direvisi atas saran dosen pembimbing, harus minta ijin ke sana ke sini, harus terjun ke lapangan menemui responden, yang tidak selalu menyambut dengan ramah kedatangan Anda, harus kecewa karena angket tidak semua dikembalikan, harus menganalisis data dan seirng tersandung masalah statistik, dan setelah analisis selesai, harus kecewa karena hasilnya tidak selalu siap dipraktikkan di dunia nyata. dsb. Singkatnya, kegiatan penelitian tidak mudah karena pertanggungjawaban teoretisnya cukup berat.
Anda tidak perlu mengalami itu semua ketika Anda melakukan penelitian tindakan. Mengapa? Karena jenis penelitian ini memang berbeda dengan jenis penelitian lain. Kalau jenis penelitian lain layaknya dilakukan oleh para ilmuwan di kampus atau lembaga penelitian, penelitian tindakan layaknya dilakukan oleh para praktisi, termasuk Anda sebagai guru. Kalau jenis penelitian lainnya untuk mengembangkan teori, penelitian tindakan ditujukan untuk meningkatkan praktik lapangan. Jadi penelitian tindakan adalah jenis penelitian yang cocok untuk para praktisi, termasuk guru.

Mari kita bicarakan hal ikhwal tentang penelitian tindakan. Kalau Anda pernah mempelajarinya, pembicaraan ini berfungsi untuk menyegarkan kembali atau memperkaya apa yang telah Anda ketahui. Kalau Anda belum tahu banyak, lewat pembicaraan ini Anda akan mengenalnya, memahaminya, dan akhirnya berminat untuk melaksanakannya, untuk mencapai cita-cita Anda yang mulia, yaitu meningkatkan keberhasilan mendidik, mengajar dan melatih murid-murid Anda, yang akan memberikan sumbangan yang signifikan pada peningkatkan kualitas pendidikan nasional. Seperti tercantum dalama UU No. 20/2003 tentang Sisdiknas, Pasal 3, pendidikan nasional befungsi untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, yang merupakan salah satu tujuan kemerdekaan bangsa kita, seperti dinyatakan pada alinea keempat Pembukaan UUD 1945. Oleh sebab itu, upaya Anda untuk meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas merupakan amalan mulia karena memberikan kontribusi dalam mengisi kemerdekaan yang telah direbut lewat pengorbanan yang tidak sedikit.
Mari kita menyamakan pemahaman tentang apa yang dimaksud dengan penelitian tindakan kelas (PTK).
Apa yang Dimaksud dengan PTK dan Apa Ciri-cirinya?
Karena penelitian tindakan cocok untuk para praktisi yang bergelut dengan dunia nyata, maka ia cocok untuk Anda sebagai guru. Anda mungkin heran kenapa istilah ’penelitian’ yang biasanya berkenaan dengan teori sekarang dijodohkan dengan istilah ’tindakan’. Keheranan Anda tidak berlebihan karena memang jenis penelitian ini tergolong muda dibandingkan dengan penelitian tradisional yang telah ratusan tahun dikembangkan. Uraian beberapa butir di bawah ini akan dapat membantu Anda dalam memahami apa yang dimaksud dengan penelitian tindakan (Silakan baca Burns, 1999: 30; Kemmis & McTaggrt, 1982: 5; Reason & Bradbury, 2001: 1).
Penelitian tindakan merupakan intervensi praktik dunia nyata yang ditujukan untuk meningkatkan situasi praktis. Tentu penelitian tindakan yang dilakukan oleh guru ditujukan untuk meningkatkan situasi pembelajaran yang menjadi tanggung jawabnya dan ia disebut ’penelitian tindakan kelas’ atau PTK.
Apakah kegiatan penelitian tindakan tidak akan mengganggu proses pembelajaran? Sama sekali tidak, karena justru ia dilakukan dalam proses pembelajaran yang alami di kelas sesuai dengan jadwal. Kalau begitu, apakah penelitian tindakan kelas (PTK) bersifat situasional, kontekstual, berskala kecil, terlokalisasi, dan secara langsung gayut (relevan) dengan situasi nyata dalam dunia kerja? Benar. Apakah berarti bahwa subyek dalam PTK termasuk murid-murid Anda? Benar. Lalu bagaimana cara untuk menjaga kualitas PTK? Apakah boleh bekerjasama dengan guru lain? Benar. Anda bisa melibatkan guru lain yang mengajar bidang pelajaran yang sama, yang akan berfungsi sebagai kolaborator Anda.
Karena situasi kelas sangat dinamis dalam konteks kehidupan sekolah yang dinamis pula, apakah peneliti perlu menyesuaikan diri dengan dinamika yang ada? Benar. Anda memang dituntut untuk adaptif dan fleksibel agar kegiatan PTK Anda selaras dengan situasi yang ada, tetapi tetap mampu menjaga agar proses mengarah pada tercapainya perbaikan. Hal ini menuntut komitmen untuk berpartisipasi dan kerjasama dari semua orang yang terlibat, yang mampu melakukan evaluasi diri secara kontinyu sehingga perbaikan demi perbaikan, betapapun kecilnya, dapat diraih. Kalau begitu, apakah diperlukan kerangka kerja agar masalah praktis dapat dipecahkan dalam situasi nyata? Benar. Tindakan dilaksanakan secara terencana, hasilnya direkam dan dianalisis dari waktu ke waktu untuk dijadikan landasan dalam melakukan modifikasi.
Apa syarat-syarat agar PTK Anda berhasil?
Untuk dapat meraih perubahan yang diinginkan melalui PTK, apakah ada syarat-syarat lain? Betul, silakan baca McNiff, Lomax dan Whitehead (2003). Pertama, Anda dan kolaborator serta murid-murid harus punya tekad dan komitmen untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dan komitmen itu terwujud dalam keterlibatan mereka dalam seluruh kegiatan PTK secara proporsional. Andil itu mungkin terwujud jika ada maksud yang jelas dalam melakukan intervensi tersebut. Kedua, Anda dan kolaborator menjadi pusat dari penelitian sehingga dituntut untuk bertanggung jawab atas peningkatan yang akan dicapai. Ketiga, tindakan yang Anda lakukan hendaknya didasarkan pada pengetahun, baik pengetahuan konseptual dari tinjauan pustaka teoretis, maupun pengetahuan teknis prosedural, yang diperoleh lewat refleksi kritis dan dipadukan dengan pengalaman orang lain dari tinjauan pustaka hasil penelitian tindakan), berdasarkan nilai-nilai yang diyakini kebenarannya. Refleksi kritis dapat dilakukan dengan baik jika didukung oleh keterbukaan dan kejujuran terhadap diri sendiri, khususnya kejujuran mengakui kelemahan/kekurangan diri. Keempat, tindakan tersebut dilakukan atas dasar komitmen kuat dan keyakinan bahwa situasi dapat diubah ke arah perbaikan. Kelima, penelitian tindakan melibatkan pengajuan pertanyaan agar dapat melakukan perubahan melalui tindakan yang disadari dalam konteks yang ada dengan seluruh kerumitannya. Keenam, Anda mesti mamantau secara sistematik agar Anda mengetahui dengan mudah arah dan jenis perbaikan, yang semuanya berkenaan dengan pemahaman yang lebih baik terkadap praktik dan pemahaman tentang bagaimana perbaikan ini telah terjadi. Kutujuh, Anda perlu membuat deskripsi otentik objektif (bukan penjelasan) tentang tindakan yang dilaksanakan dalam riwayat faktual, perekaman video and audio, riwayat subjektif yang diambil dari buku harian dan refleksi dan observasi pribadi, dan riwayat fiksional. Kedelapan, Anda perlu memberi penjelasan tentang tindakan berdasarkan deskripsi autentik tersebut di atas, yang mencakup (1) identifikasi makna-makna yang mungkin diperoleh (dibantu) wawasan teoretik yang relevan, pengaitan dengan penelitian lain (misalnya lewat tinjauan pustaka di mana kesetujuan dan ketidaksetujuan dengan pakar lain perlu dijelaskan), dan konstruksi model (dalam konteks praktik terkait) bersama penjelasannya; (2) mempermasalahkan deskripsi terkait, yaitu secara kritis mempertanyakan motif tindakan dan evaluasi terhadap hasilnya; dan (3) teorisasi, yang dilahirkan dengan memberikan penjelasan tentang apa yang dilakukan dengan cara tertentu. Kesembilan,Anda perlu menyajikan laporan hasil PTK dalam berbagai bentuk termasuk: (1) tulisan tentang hasil refleksi-diri, dalam bentuk catatan harian dan dialog, yaitu percakapan dengan dirinya sendiri; (2) percakapan tertulis, yang dialogis, dengan gambaran jelas tentang proses percakapan tersebut; (3) narasi dan cerita; dan (4) bentuk visual seperti diagram, gambar, dan grafik. Kesepuluh, Anda perlu memvalidasi pernyataan Anda tentang keberhasilan tindakan Anda lewat pemeriksaan kritis dengan mencocokkan pernyataan dengan bukti (data mentah), baik dilakukan sendiri maupun bersama teman (validasi-diri), meminta teman sejawat untuk memeriksanya dengan masukan dipakai untuk memperbaikinya (validasi sejawat), dan terakhir menyajikan hasil seminar dalam suatu seminar (validasi public). Perlu dipastikan bahwa temuan validasi selaras satu sama lain karena semuanya berdasarkan pemeriksaan terhadap penyataan dan data mentah. Jika ada perbedaan, pasti ada sesuatu yang masih harus dicermati kembali.
Apa yang dapat Dicapai lewat Penelitian Tindakan Kelas?
Pertanyaan ini dapat diubah menjadi, ”Kapan Anda secara tepat dapat melakukan PTK?” Jawabnya: Ketika Anda ingin meningkatkan kualitas pembelajaran yang menjadi tanggung jawab Anda dan sekaligus ingin melibatkan murid-murid Anda dalam proses pembelajaran (lihat Cohen dan Manion, 1980). Dengan kata lain, Anda ingin meningkatkan praktik pembelajaran, pemahaman Anda terhadap praktik tersebut, dan situasi pembelajaran kelas Anda (Grundy & Kemmis, 1982: 84). Dapat dikatakan bahwa tujuan utama PTK adalah untuk mengubah perilaku pengajaran Anda, perilaku murid-murid Anda di kelas, dan/atau mengubah kerangka kerja melaksanakan pembelajaran kelas Anda. Jadi, PTK lazimnya dimaksudkan untuk mengembangkan keterampilan atau pendekatan baru pembelajaran dan untuk memecahkan masalah dengan penerapan langsung di ruang kelas.
PTK berfungsi sebagai alat untuk meningkatkan kualitas pelaksanaan pembelajaran kelas. Di ruangan kelas, PTK dapat berfungsi sebagai (Cohen & Manion, 1980: 211): (a) alat untuk mengatasi masalah-masalah yang didiagnosis dalam situasi pembelajaran di kelas; (b) alat pelatihan dalam-jabatan, membekali guru dengan keterampilan dan metode baru dan mendorong timbulnya kesadaran-diri, khususnya melalui pengajaran sejawat; (c) alat untuk memasukkan ke dalam sistem yang ada (secara alami) pendekatan tambahan atau inovatif; (d) alat untuk meningkatkan komunikasi yang biasanya buruk antara guru dan peneliti; (e) alat untuk menyediakan alternatif bagi pendekatan yang subjektif, impresionistik terhadap pemecahan masalah kelas. Ada dua butir penting yang perlu disebut di sini. Pertama, hasil penelitian tindakan dipakai sendiri oleh penelitinya, dan tentu saja oleh orang lain yang menginginkannya. Kedua, penelitiannya terjadi di dalam situasi nyata yang pemecahan masalahnya segera diperlukan, dan hasil-hasilnya langsung diterapkan/dipraktikkan dalam situasi terkait. Ketiga, peneliti tindakan melakukan sendiri pengelolaan, penelitian, dan sekaligus pengembangan.
Kriteria dalam Penelitian Tindakan
Benarkah PTk harus memenuhi kriteria tertentu? Benar. Seperti layaknya penelitian, PTK harus memenuhi kriteria validitas. Akan tetapi, makna dasar validitas untuk penelitian tindakan condong ke makna dasar validitas dalam penelitian kualitatif, yaitu makna langsung dan lokal dari tindakan sebatas sudut pandang peserta penelitiannya (Erickson, 1986, disitir oleh Burns, 1999). Jadi kredibilitas penafsiran peneliti dipandang lebih penting daripada validitas internal (Davis, 1995, disitir oleh Burns, 1999). Karena PTK bersifat transformatif, maka kriteria yang cocok adalah validitas demokratik, validitas hasil, validitas proses, validitas katalitik, dan validitas dialogis, yang harus dipenuhi dari awal sampai akhir penelitian, yaitu dari refleksi awal saat kesadaran akan kekurangan muncul sampai pelaporan hasil penelitiannya (Burns, 1999: 161-162, menyitir Anderson dkk,1994).
Validitas: demokratik, hasil, proses, katalitik, dan dialoguis
Validitas Demokratik berkenaan dengan kadar kekolaboratifan penelitian dan pencakupan berbagai suara. Dalam PTk, idealnya Anda, guru lain/pakar sebagai kolaborator, dan murid-murid Anda masing-masing diberi kesempatan menyuarakan apa yang dipikirkan dan dirasakan serta dialaminya selama penelitian berlangsung. Pertanyaan kunci mencakup: Apakah semua pemangku kepentingan (stakeholders) PTK (guru, kolaborator, administrator, mahasiswa, orang tua) dapat menawarkan pandangannya? Apakah solusi masalah di kelas Anda memberikan manfaat kepada mereka? Apakah solusinya memiliki relevansi atau keterterapan pada konteks kelas Anda? Semua pemangku kepentingan di atas diberi kesempatan dan/atau didorong lewat berbagai cara yang cocok dalam situasi budaya setempat untuk mengungkapkan pendapatnya, gagasan-gagasannya, dan sikapnya terhadap persoalan pembelajaran kelas Anda, yang fokusnya adalah pencarian solusi untuk peningkatan praktik dalam situasi pembelajaran kelas Anda. Misalnya, dalam kasus penelitian tindakan kelas untuk meningkatkan kualitas proses pembelajaran bahasa Inggris, pada tahap refleksi awal guru-guru yang berkolaborasi untuk melakukan penelitian tindakan kelas, siswa, Kepala Sekolah, dan juga orang tua siswa, diberi kesempatan dan/atau didorong untuk mengungkapkan pandangan dan pendapatnya tentang situasi dan kondisi pembelajaran bahasa Inggris di sekolah terkait. Hal ini dilakukan untuk mencapai suatu kesepatakan bahwa memang ada kekurangan yang perlu diperbaiki dan kekurangan tersebut perlu diperbaiki dalam konteks yang ada, atau juga disebut kesepakatan tentang latar belakang penelitian. Selanjutnya, diciptakan proses yang sama untuk mencapai kesepakatan tentang masalah-masalah apa yang ada, yaitu identifikasi masalah, dan tentang masalah apa yang akan menjadi fokus penelitian atau pembatasan masalah penelitian. Kemudian, proses yang sama berlanjut untuk merumuskan pertanyaan penelitian atau merumuskan hipotesis tindakan yang akan menjadi dasar bagi perencanaan tindakan, yang juga dilaksanakan melalui proses yang melibatkan semua peserta penelitian untuk mengungkapkan pandangan dan pendapat serta gagasan-gagasannya. Proses yang mendorong setiap peserta penelitian untuk mengungkapkan atau menyuarakan pandangan, pendapat, dan gagasannya ini diciptakan sepanjang penelitian berlangsung.
Validitas Hasil mengandung konsep bahwa tindakan kelas Anda membawa hasil yang sukses di dalam konteks PTK Anda. Hasil yang paling efektif tidak hanya melibatkan solusi masalah tetapi juga meletakkan kembali masalah ke dalam suatu kerangka sedemikian rupa sehingga melahirkan pertanyaan baru. Hal ini tergambar dalam siklus penelitian pada Gambar 1 di bawah, di mana ketika dilakukan refleksi pada akhir tindakan pemberian tugas yang menekankan kegiatan menggunakan bahasa Inggris lewat tugas ‘information gap’, ditemukan bahwa hanya sebagian kecil siswa menjadi aktif dan sebagian besar siswa merasa takut salah, cemas, dan malu berbicara. Maka timbul pertanyaan baru, ‘Apa yang mesti dilakukan untuk mengatasi agar siswa tidak takut salah, tidak cemas, dan tidak malu sehingga dengan suka rela aktif melibatkan diri dalam kegiatan pembelajaran?’ Hal ini menggambarkan bahwa pertanyaan baru timbul pada akhir suatu tindakan yang dirancang untuk menjawab suatu pertanyaan, begitu seterusnya sehingga upaya perbaikan berjalan secara bertahap, berkesinambungan tidak pernah berhenti, mengikuti kedinamisan situasi dan kondisi. (Mohon dicermati uraian masing-masing tahap dan kesinambungan masalah yang timbul). Validitas hasil juga tergantung pada validitas proses pelaksanaan penelitian, yang merupakan kriteria berikutnya.
Validitas Proses berkenaan dengan ‘keterpercayaan’ dan ‘kompetensi’, yang dapat dipenuhi dengan menjawab sederet pertanyaan berikut: Mungkinkah menentukan seberapa memadai proses pelaksanaan PTK Anda? Misalnya, apakah Anda dan kolaborator Anda mampu terus belajar dari proses tindakan tersebut? Artinya, Anda dan kolaborator secara terus menerus dapat mengkritisi diri sendiri dalam situasi yang ada sehingga dapat melihat kekurangannya dan segera berupaya memperbaikinya. Apakah peristiwa atau perilaku dipandang dari perspektif yang berbeda dan melalui sumber data yang berbeda agar terjaga dari ancaman penafsiran yang ‘simplistik’ atau ‘rancu’?
Dalam kasus penelitian tindakan kelas bahasa Inggris yang disebut di atas, para peneliti dapat menentukan indikator kelas bahasa Inggris yang aktif, mungkin dengan menghitung berapa siswa yang aktif terlibat belajar menggunakan bahasa Inggris untuk berkomunikasi lewat tugas-tugas yang diberikan guru, dan berapa banyak bahasa Inggris yang diproduksi siswa, yang bisa dihitung dari jumlah kata/kalimat yang diproduksi dan lama waktu yang digunakan siswa untuk memproduksinya, serta adanya upaya guru memfasilitasi pemelajaran siswa. Kemudian jika keaktifan siswa terlalu rendah yang tercermin dalam sedikitnya ungkapan yang diproduksi, guru secara kritis merefleksi bersama kolaborator untuk mencari sebab-sebabnya dan menentukan cara-cara mengatasinya. Kalau diperlukan, siswa yang tidak aktif didorong untuk menyuarakan apa yang dirasakan sehingga mereka tidak mau aktif dan siswa yang aktif diminta mengungkapkan mengapa mereka aktif. Perlu juga ditemukan apakah ada perubahan pada diri siswa sesuai dengan indikator bahwa para siswa berubah lewat tindakan pertama berupa pemberian tugas ‘information gap’ dan tindakan kedua berupa pembelakuan kriteria penilaian, dan perubahan pada diri guru dari peran pemberi pengetahuan ke peran fasilitator dan penolong. Begitu seterusnya sehingga pemantauan terhadap perubahan hendaknya dilakukan secara cermat dan disimpulkan lewat dialog reflektif yang demokratik.

Perlu dicatat bahwa kompetensi peneliti dalam bidang terkait sangat menentukan kualitas proses yang diinginkan dan tingkat kemampuan untuk melakukan pengamatan dan membuat catatan lapangan. Dalam kasus penelitian tindakan kelas bahasa Inggris yang dicontohkan di atas, misalnya, kualitas proses akan sangat ditentukan oleh wawasan, pengetahuan dan pemahaman sejati peneliti tentang (1) hakikat kompetensi komunikatif, (2) pembelajaran bahasa yang komunikatif yang mencakup pendekatan komunikatif bersama metodologi dan teknik-tekniknya, dan (3) karakteristik siswanya (intelegensi, gaya belajar, variasi kognitif, kepribadian, motivasi, tingkat perkembangan/pemelajaran) dan pengaruhnya terhadap pembelajaran bahasa asing. Jika wawasan, pengetahuan dan pemahaman tersebut kuat, maka peneliti akan dapat dengan lebih mudah menentukan perilaku-perilaku mana yang menunjang tercapainya perubahan yang diinginkan dengan indikator yang tepat, dan juga perilaku-perilaku mana yang menghambatnya.
Namun demikian, hal ini masih harus didukung dengan kemampuan untuk mengumpulkan data, misalnya melakukan pengamatan dan membuat catatan lapangan dan harian. Dalam mengamati, tim peneliti dituntut untuk dapat bertindak seobjektif mungkin dalam memotret apa yang terjadi. Artinya, selama mengamati perhatiannya terfokus pada gejala yang dapat ditangkap lewat pancainderanya saja, yaitu apa yang didengar, dilihat, diraba (jika ada), dikecap (jika ada), dan tercium, yang terjadi pada semua peserta penelitian, dalam kasus di atas pada peneliti, guru dan siswa. Dalam pengamatan tersebut harus dijaga agar jangan sampai peneliti melakukan penilaian terhadap apa yang terjadi. Seperti telah diuraikan di depan, perlu dijaga agar tidak terjadi penyampuradukan antara deskripsi dan penafsiran. Kemudian, diperlukan kompetensi lain untuk membuat catatan lapangan dan harian tentang apa yang terjadi. Akan lebih baik jika para peneliti merekamnya dengan kaset audio atau audio-visual sehingga catatan lapangan dapat lengkap. Singkatnya, kompetensi peneliti dalam bidang yang diteliti dan dalam pengumpulan data lewat pengamatan partisipan sangat menentukan kualitas proses tindakan dan pengumpulan data tentang proses tersebut.
Validitas Katalitik terkait dengan kadar pemahaman yang Anda capai realitas kehidupan kelas Anda dan cara mengelola perubahan di dalamnya, termasuk perubahan pemahaman Anda dan murid-murid terhadap peran masing-masing dan tindakan yang diambil sebagai akibat dari perubahan ini.

Dalam kasus penelitian tindakan kelas bahasa Inggris yang dicontohkan di atas, validitas katalitik dapat dilihat dari segi peningkatan pemahaman guru terhadap faktor-faktor yang dapat menghambat dan factor-faktor yang memfasilitasi pembelajaran. Misalnya faktor-faktor kepribadian (lihat Brown, 2000) seperti rasa takut salah dan malu melahirkan inhibition dan kecemasan. Sebaliknya, upaya-upaya guru untuk mengorangkan siswa dengan mempertimbangkan pikiran dan perasaan serta mengapresiasi usaha belajarnya merupakan faktor positif yang memfasilitasi proses pembelajaran. Selain itu, validitas katalitik dapat juga ditunjukkan dalam peningkatan pemahaman terhadap peran baru yang mesti dijalani guru dalam proses pembelajaran komunikatif. Peran baru tersebut mencakup peran fasilitator dan peran penolong serta peran pemantau kinerja. Validitas katalitik juga tercermin dalam adanya peningkatan pemahaman tentang perlunya menjaga agar hasil tindakan yang dilaksanakan tetap memotivasi semua yang terlibat untuk meningkatkan diri secara stabil alami dan berkelanjutan. Semua upaya memenuhi tuntutan validitas katalitik ini dilakukan melalui siklus perencanaan tindakan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi.
Validitas Dialogik sejajar dengan proses review sejawat yang umum dipakai dalam penelitian akademik. Secara khas, nilai atau kebaikan penelitian dipantau melalui tinjauan sejawat untuk publikasi dalam jurnal akademik. Sama halnya, review sejawat dalam PTK berarti dialog dengan guru-guru lain, bisa lewat sarasehan atau dialog reflektif dengan ‘teman yang kritis’ atau pelaku PTK lainnya, yang semuanya dapat bertindak sebagai ‘jaksa tanpa kompromi’.
Kriteria validitas dialogis ini dapat juga mulai dipenuhi ketika penelitian masih berlangsung, yaitu secara beriringan dengan pemenuhan kriteria demokratik. Yaitu, setelah seorang peserta mengungkapkan pandangan, pendapat, dan/atau gagasannya, dia akan meminta peserta lain untuk menanggapinya secara kritis sehingga terjadi dialog kritis atau reflektif. Dengan demikian, kecenderungan untuk terlalu subjektif dan simplistik akan dapat dikurangi sampai sekecil mungkin. Untuk memperkuat validitas dialogik, seperti telah disebut di atas, proses yang sama dilakukan dengan sejawat peneliti tindakan lainnya, yang jika memerlukan, diijinkan untuk memeriksa semua data mentah yang terkait dengan yang sedang dikritisi.
Trianggulasi untuk Mengurangi Subjektivitas
Bagaimana Anda meningkatkan validitas PTK Anda? Tidak lain dengan meminimalkan subjektivitas melalui trianggulasi. Anda sebagai pelaku PTK dapat menggunakan metode ganda dan perspektif kolaborator Anda untuk memperoleh gambaran kaya yang lebih objektif. Bentuk lain dari trianggulasi adalah: trianggulasi waktu, trianggulasi ruang, trianggulasi peneliti, dan trianggulasi teoretis (Burns, 1999: 164). Trianggulasi waktu dapat dilakukan dengan mengumpulkan data dalam waktu yang berbeda, sedapat mungkin meliputi rentangan waktu tindakan dilaksanakan dengan frekuensi yang memadai untuk menjamin bahwa efek perilaku tertentu bukan hanya suatu kebetulan. Misalnya, data tentang proses pembelajaran dengan seperangkat teknik tertentu dapat dikumpulkan pada jam awal, tengah dan siang pada hari yang berbeda dan jumlah pengamatan yang memadai, katakanlah 4-5 kali. Trianggulasi peneliti dapat dilakukan dengan pengumpulan data yang sama oleh beberapa peneliti sampai diperoleh data yang relatif konstan. Misalnya, dua atau tiga peserta penelitian dapat mengamati proses pembelajaran yang sama dalam waktu yang sama pula. Trianggulasi ruang dapat dilakukan dengan mengumpulkan data yang sama di tempat yang berbeda. Dalam contoh proses pembelajaran bahasa Inggris di atas, ada dua atau tiga kelas yang dijadikan ajang penelitian yang sama dan data yang sama dikumpulkan dari kelas-kelas tersebut. Trianggulasi teoretis dapat dilakukan dengan memaknai gejala perilaku tertentu dengan dituntun oleh beberapa teori yang berbeda tetapi terkait. Misalnya, perilaku tertentu yang menyiratkan motivasi dapat ditinjau dari teori motivasi aliran yang berbeda: aliran behavioristik, kognitif, dan konstruktivis.
Reliabilitas
Reliabilitas data PTK Anda secara hakiki memang rendah. Mengapa? Karena situasi PTk terus berubah dan proses PTK bersifat transformatif tanpa kendali apapun (alami) sehingga sulit untuk mencapai tingkat reliabilitas yang tinggi, padahal tingkat reliabilitias tinggi hanya dapat dicapai dengan mengendalikan hampir seluruh aspek situasi yang dapat berubah (variabel) dan hal ini tidak mungkin atau tidak baik dilakukan dalam PTK. Mengapa tidak mungkin? Karena akan bertentangan dengan ciri khas penelitian tindakan itu sendiri, yang salah satunya adalah kontekstual/situasional dan terlokalisasi, dengan perubahan yang menjadi tujuannya. Penilaian peneliti menjadi salah satu tumpuan reliabilitas PTK. Cara-cara meyakinkan orang atas reliabilitas PTK termasuk: menyajikan (dalam lampiran) data asli seperti transkrip wawancara dan catatan lapangan (bila hasil penelitian dipublikasikan), menggunakan lebih dari satu sumber data untuk mendapatkan data yang sama dan kolaborasi dengan sejawat atau orang lain yang relevan.
Kelebihan dan Kekurangan PTK
PTK memiliki kelebihan berikut (Shumsky, 1982): (1) tumbuhnya rasa memiliki melalui kerja sama dalam PTK; (2) tumbuhnya kreativitias dan pemikiran kritis lewat interaksi terbuka yang bersifat reflektif/evaluatif dalam PTK; (3) dalam kerja sama ada saling merangsang untuk berubah; dan (4) meningkatnya kesepakatan lewat kerja sama demokratis dan dialogis dalam PTK (silakan lihat Passow, Miles, dan Draper, 1985).
PTK Anda juga memiliki kelemahan: (1) kurangnya pengetahuan dan keterampilan dalam teknik dasar penelitian pada Anda sendiri karena terlalu banyak berurusan dengan hal-hal praktis, (2) rendahnya efisiensi waktu karena Anda harus punya komitmen peneliti untuk terlibat dalam prosesnya sementara Anda masih harus melakukan tugas rutin ; (3) konsepsi proses kelompok yang menuntut pemimpin kelompok yang demokratis dengan kepekaan tinggi terhadap kebutuhan dan keinginan anggota-anggota kelompoknya dalam situasi tertentu, padahal tidak mudah untuk mendapatkan pemimimpin demikian.
Persyaratan Keberhasilan PTK
Agar PTK berhasil, persyaratan berikut harus dipenuhi (Hodgkinson, 1988): (1) kesediaan untuk mengakui kekurangan diri; (2) kesempatan yang memadai untuk menemukan sesuatu yang baru; (3) dorongan untuk mengemukakan gagasan baru; (4) waktu yang tersedia untuk melakukan percobaan; (5) kepercayaan timbal balik antar orang-orang yang terlibat; dan (6)pengetahuan tentang dasar-dasar proses kelompok oleh peserta penelitian.
Penelitian Tindakan Kolaboratif
Kolaborasi atau kerja sama perlu dan penting dilakukan dalam PTK karena PTK yang dilakukan secara perorangan bertentangan dengan hakikat PTK itu sendiri (Burns, 1999). Beberapa butir penting tentang PTK kolaboratif Kemmis dan McTaggart (1988: 5; Hill & Kerber, 1967, disitir oleh Cohen & Manion, 1985, dalam Burns, 1999: 31): (1) penelitian tindakan yang sejati adalah penelitian tindakan kolaboratif, yaitu yang dilakukan oleh sekelompok peneliti melalui kerja sama dan kerja bersama, (2) penelitian kelompok tersebut dapat dilaksanakan melalui tindakan anggota kelompok perorangan yang diperiksa secara kritis melalui refleksi demokratik dan dialogis; (3) optimalisasi fungsi PTK kolaboratif dengan mencakup gagasan-gagasan dan harapan-harapan semua orang yang terlibat dalam situasi terkait; (4) pengaruh langsung hasil PTK pada Anda sebagai guru dan murid-murid Anda serta sekaligus pada situasi dan kondisi yang ada.

Kolaborasi atau kerja sama dalam melakukan penelitian tindakan dapat dilakukan dengan: mahasiswa; sejawat dalam jurusan/sekolah/lembaga yang sama; sejawat dari lembaga/sekolah lain; sejawat dengan wilayah keahlian yang berbeda (misalnya antara guru dan pendidik guru, antara guru dan peneliti; antara guru dan manajer); sejawat dalam disiplin ilmu yang berbeda (misalnya antara guru bahasa asing dan guru bahasa ibu); dan sejawat di negara lain (Wallace, 1998).
Prinsip-prinsip penelitian tindakan kolaboratif
Tiga tahap PTK kolaboratif adalah: prakarsa, pelaksanaan, dan diseminasi (Burns, 1999: 207-208). Butir-butir tentang prakarsa yang perlu dipertimbangkan dalam PTK Anda (Burns, 1999: 207):
1. Sejauh dapat dilakukan, agenda PTK tindakan hendaknya ditarik dari kebutuhan-kebutuhan, kepedulian dan persyaratan yang diungkapkan oleh semua pihak Anda sendiri, sejawat, kepala sekolah, murid-murid, dan/atau orangtua murid) yang terlibat dalam konteks pembelajaran/kependidikan di kelas/sekolah Anda;
2. PTK Anda hendaknya benar-benar memanfaatkan keterampilan, minat dan keterlibatan Anda sebagai guru dan sejawat;
3. PTK Anda hendaknya terpusat pada masalah-masalah pembelajaran kelas Anda, yang ditemukan dalam kenyataan sehari-hari. Namun demikian, hasil PTK Anda daapt juga memberikan masukan untuk pengembangan teori pembelajaran bidang studi Anda;
4. Metodologi PTK Anda hendaknya ditentukan dengan mempertimbangkan persoalan pembelajaran kelas Anda yang sedang diteliti, sumber daya yang ada dan murid-murid sebagai sasaran penelitian.
5. PTK Anda hendaknya direncanakan, dilaksanakan dan dievaluasi secara kolaboratif. Tujuan, metode, pelaksanaan dan strategi evaluasi hendaknya Anda negosiasikan dengan pemangku kepentingan (stakeholders) terutama penelitian Anda, sejawat, murid-murid, dan kepala sekolah (yang mungkin diperlukan dukungan kebijakannya).
6. PTK Anda hendaknya bersifat antardisipliner, yaitu sedapat mungkin didukung oleh wawasan dan pengalaman orang-orang dari bidang-bidang lain yang relevan, seperti ilmu jiwa, antropologi, dan sosiologi serta budaya. Jadi Anda dapat mencari masukan dari teman-teman guru atau dosen LPTK yang relevan.
Dalam PTK, butir-butir pelaksanaan di bawah harus dipertimbangkan (Burns, 1999: 207-208):
1. Anda sebagai pelaku PTK hendaknya berupaya memperoleh keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan untuk melaksanakannya. Upayakan mendapatkan dari pemimpin dukungan dan bantuan secara terus menerus dalam tahap-tahap pelaksanaan, diseminasi, dan tindak-lanjut penelitiannya.
2. PTK Anda selayaknya dilakukan dalam kelas sendiri.
3. PTK Anda akan berjalan dengan baik jika terkait dengan program peningkatan guru dan pengembangan materi di sekolah atau wilayah sendiri.
4. PTK Anda hendaknya dipadukan dengan komponen evaluasi.
Dalam tahap diseminasi PTK perlu dipertimbangkandua butir berikut (Burns, 1999: 208)
1. Bentuk pelaporan hasil penelitian tindakan ditentukan oleh audiens sasaran. Jika audiens sasarannya adalah guru-guru bahasa Inggris di SD, misalnya, bentuk laporannya berbeda dengan jika audiens sasarannya adalah pendidik guru bahasa Inggris di universitas.
2. Jaringan kerja dan mekanisme yang tersedia di dalam lembaga pendidikan Anda hendaknya digunakan untuk menyebarkan hasil penelitian terkait. Misalnya, penyebaran hasil penelitian dilakukan lewat simposium guru, sarasehan MGMP, atau seminar daerah.
Kelebihan dan Kelemahan PTK Kolaboratif
Apa kelemahan dan kelebihan PTK? Kelebihannya seperti dikatakan Burns (1999: 13) sebagai berikut. Proses penelitian kolaboratif memperkuat kesempatan bagi hasil penelitian tentang praktik pendidikan untuk diumpanbalikkan ke sistem pendidikan dengan cara yang lebih substansial dan kritis. Proses tersebut mendorong guru untuk berbagi masalah-masalah umum dan bekerja sama sebagai masyarakat penelitian untuk memeriksa asumsi, nilai dan keyakinan yang sedang mereka pegang dalam kultur sosio-politik lembaga tempat mereka bekerja. Proses kelompok dan tekanan kolektif kemungkinan besar akan mendorong keterbukaan terhadap perubahan kebijakan dan praktik. Penelitian tindakan kolaboratif secara potensial lebih memberdayakan daripada penelitian tindakan yang dilakukan secara individu karena menawarkan kerangka kerja yang mantab untuk perubahan keseluruhan.
Selain itu, ada kelebihan lain dari PTK kolaboratif (Wallace, 1998: 209-210): (1) kedalaman dan cakupan, yang artinya makin banyak orang terlibat dalam proyek penelitian tindakan, makin banyak data dapat dikumpulkan, apakah dalam hal kedalaman (misalnya studi kasus kelas bahasa Inggris) atau dalam hal cakupan (misalnya beberapa studi kasus suplementer; populasi yang lebih besar), atau dalam keduanya dan ini disebabkan makin banyak perspektif yang digunakan akan makin intensif pemeriksaan terhadap data atau makin luas cakupan persoalan dalam hal tim peneliti saling berkolaborasi dalam meneliti kelasnya masing-masing; (2) Validitas dan reliabilitas, yaitu keterlibatan orang lain akan mempermudah penyelidikan terhadap satu persoalan dari sudut yang berbeda, mungkin dengan menggunakan teknik penelitian yang berbeda (yaitu menggunakan trianggulasi); dan (3) Motivasi yang timbal lewat dinamika kelompok yang benar, di mana bekerja sebagai anggota tim lebih bersemangat daripada bekerja sendiri.
Kelemahan terbesar PTK kolaboratif terkait dengan sulitnya mencapai keharmonisan kerjasama antara orang-orang yang berlatar belakang yang berbeda. Hal ini dapat dipecahkan dengan membicarakan aturan-aturan dasar (Wallace, 1998: 210), seperti yang tersirat dalam pertanyaan-pertanyaan berikut: Apa yang akan kita lakukan? Mengapa kita menangani masalah ini? (Apakah kita memiliki motivasi yang sama, atau motivasi yang berbeda?) Bagaimana kita akan melakukannya? (Siapa melakukan apa dan kapan?) Berapa banyak waktu masing-masing dari kita akan siap dihabiskan untuk keperluan ini? Berapa sering kita akan bertemu, di mana dan kapan? Apa hasil akhir yang diharapkan? (Suatu ceramah atau artikel; atau sekadar pengalaman yang sama?)

Senin, 11 Agustus 2008

SUARA HATI

1. Apa Itu Suara Hati?
Dalam percakapan sehari-hari kita sering menyebut istilah “Suara Hati” atau “Hati Nurani”. Apalagi ketika kita berhadapan dengan sebuah permasalahan yang kompleks, banyak kali kita harus mengikuti dan berpedoman pada apa yang disebut dengan “suara hati” atau “hati nurani” atau “kata hati”.

Apakah sesungguhnya suara hati itu? Suara hati adalah suara yang menggema secara constan dan terus-menerus dari dalam batin kita, yang berasal dari inti kepribadian kita yang terdalam, dimana kita seorang diri berhadapan dengan Yang Maha Kuasa atau Tuhan. Oleh karena itu, “Suara Hati” juga sering disebut oleh kebanyakan orang sebagai “Suara Tuhan” atau “Suara Allah”.

2. Fungsi Suara Hati
Apakah fungsi dari suara hati itu? Suara hati berfungsi untuk mengarahkan seseorang agar bisa memilih, memutuskan, bertindak secara baik dan benar. Suara hati akan menentukan manakah yang baik atau benar dan manakah yang buruk atau jahat. Suara hati bersifat normatif, artinya suara hati akan menampilkan serangkaian norma di hadapan manusia dan berdasarkan norma tersebut, secara meyakinkan seseorang bisa menentukan pilihan, keputusan atau tindakan yang benar dan yang baik. Jadi dengan kata lain, suara hati akan memberikan pedoman dan arahan tentang apa yang seharusnya kita lakukan.

3. Cara Kerja Suara Hati
Bagaimanakah cara kerja dari suara hati itu? Ketika kita berhadapan dengan sebuah permasalahan, atau sebuah tuntutan untuk memilih, atau sebuah tuntutan untuk bersikap, atau sebuah tuntutan untuk bertindak, atau sebuah tuntutan untuk memutuskan sesuatu, dan lain sebagainya, maka pertama-tama kita harus mengamati tentang apa yang sesungguhnya terjadi. Setelah itu kita melangkah lagi dengan mulai membuat sebuah pertimbangan secara mendalam dan sangat pribadi. Pada saat kita membuat pertimbangan tersebut, maka dari dalam batin kita akan muncul serangkaian norma yang kita miliki yang berasal dari akumulasi rasio, ide, pemikiran, perasaan dan emosi kita, yang kemudian akan mengarahkan kita untuk menemukan manakah tindakan yang benar dan manakah tindakan yang salah, sehingga secara otomatis akan menggema secara konstan dan terus-menerus dari dalam batin kita sebuah suara yang adalah sebuah kesimpulan. Kesimpulan inilah yang menjadi suara hati atau nati nurani atau kata hati kita.

4. Sifat Suara Hati

(bersambung ...)

Jumat, 08 Agustus 2008

Tujuan

Website ini dibuat sebagai sarana untuk mengembangkan dunia pendidikan lewat dunia maya dengan saling menukar informasi, dialog, diskusi kritis sistematis tentang pengembangan kualitas dunia pendidikan dewasa ini.